Minggu, 05 Januari 2014

All Time Best XI: KroasiaTerbaik Sepanjang Masa

NOTES: Susunan berikut didasarkan pada prestasi masing - masing individu baik dalam tim nasional maupun pada klub. Juga diperhitungkan seberapa besar pengaruh mereka terhadap tim yang mereka bela, dan inspirasi yang mereka berikan.

Formasi : 4-4-2



Goalkeeper : Stipe Pletikosa
Pilihan yang mudah, mengingat Kroasia dapat dikatakan tidak pernah mencetak kiper legendaris. Pletikosa memang tidak dapat disandingkan dengan Casillas atau Petr Cech sekalipun, tapi kontribusinya kepada timnas begitu luar biasa. Sudah memperkuat timnas Kroasia semenjak umur 20 tahun pada tahun 1999 hingga tahun artikel ini ditulis (2014), pria yang disebut memiliki refleks seperti kucing dan kemampuannya dalam shot stopping ini hampir selalu menjadi pilihan utama di timnas dan mencapai sebanyak 109 caps per 10 Oktober 2013, serta menjadi kiper Kroasia yang memiliki caps paling banyak sepanjang masa.  

Right Full Back : Darijo Srna
Sama seperti Pletikosa, Srna tidak menemui hambatan untuk menempati spot bek kanan di dalam tim ini. Rekornya sebagai pemain Kroasia yang paling banyak memiliki caps (110 caps), juara UEFA Cup tahun 1999, 7 gelar Liga Ukraina, 5 Piala Ukraina, dan 5 Piala Super Ukraina, serta ikut memperkuat Kroasia di Euro Cup 2004, 2008, 2012, dan Piala Dunia 2006, membuat rasanya Darijo Srna tidak tersaingi di posisi ini. 

Center Defender : Dario Simic
Pemain yang mumpuni berperan di semua posisi bertahan: center back, full back, dan sweeper. Karir nya di level klub juga sama menterengnya dengan di level timnas. Pada tahun 1998 dia berhasil membawa timnas meraih peringkat ketiga. Namun sebelum itu, pria yang dikenal dengan stamina yang luar biasa ini berhasil membawa Dinamo Zagreb menjuarai Liga Kroasia sebanyak 5 kali. Tidak sampai di situ, ketika pindah ke klub AC Milan, dirinya juga turut meraih gelar Serie A sebanyak 1 kali, Liga Champions 2 kali, Piala Italia, dan Piala Super Italia sebanyak masing-masing 1 kali, serta gelar FIFA Club World Cup pada tahun 2007. 

Center Defender : Igor Tudor
Disebut sebagai bek terbaik Kroasia sepanjang masa. Tinggi menjulang setinggi 193 cm, Tudor adalah andalan untuk bola-bola udara di setiap pertahanan, serta apik dalam memulai serangan dari belakang. Tudor ikut menjadi bagian dari timnas Kroasia pada Piala Dunia 1998, serta sempat rutin menjadi kepercayaan di lini belakang Juventus sehingga menghasilkan gelar Scudetto pada tahun 2002 dan 2003, dan Supercoppa Italia pada tahun 2002 dan 2003. Bahkan dia adalah salah satu dari sedikit pemain yang bertahan di Juventus, ketika klub tersebut dilanda 'hukuman' lengser ke Serie B, dan membantu Juventus menjuarai Serie B pada tahun 2007.  

Left Full Back : Robert Jarni
Apabila kita memperbolehkan pemain dengan kebangsaan Yugoslavia (sebelum Yugoslavia pecah menjadi Kroasia, dkk) masuk ke dalam list ini, maka pemain terbaik di posisi ini adalah Branko Zebec, seorang pemain Yugoslavia yang tampil gemilang pada Piala Dunia tahun 1954 dan 1958, serta berhasil membawa Partizan Belgrade menjuarai 3 Piala Yugoslavia pada tahun 1952, 1954, dan 1957. Adakah alternatif pemain lain di posisi ini? Ada, dan Robert Jarni adalah orang yang paling tepat untuk itu. Jarni merupakan langganan timnas sejak tahun 1990 dan 2002, mengemas total sebanyak 81 cap internasional bersama timnas senior Kroasia. Gol tunggalnya di timnas dicetak pada saat memenangi pertandingan perempat final melawan Jerman. Pada level klub, dia mengemas paling banyak cap di klub Hajduk Split sebanyak 128 pertandingan, dan tim Real Betis pada tahun 1995 - 1998 sebanyak 98 caps. 

Right Midfielder : Robert Prosinecki
Digadang sebagai pemain dengan teknik paling tinggi yang pernah Kroasia punya, Prosinecki memang terlahir sebagai dribbler yang dahsyat: kemampuan mengolah bola di atas rata-rata, dan keahliannya dalam memertahankan bola dalam possession. Dengan timnas Kroasia, dia telah memperoleh 49 caps dan membukukan 10 gol atas namanya. Prosinecki juga membela timnas Kroasia pada Piala Eropa 1996, serta Piala Dunia 1998 dan 2002. Karir di level klub tidak begitu semulus karirnya di level timnas: setelah mengalami musim yang baik bersama Red Star Belgrade, dia berpindah-pindah di Spanyol bersama Real Madrid, Real Oviedo, Barcelona, dan Sevilla, sebelumnya akhirnya kembali bermain di ranah Kroasia. 

Center Midfielder: Niko Kovac
Kemampuannya untuk melakukan tackle dan visinya dalam memberi umpan, serta lama waktu servis yang diberikan untuk timnas Kroasia sejak tahun 2004 hingga tahun 2008 membuat Niko Kovac pantas berada di posisi lini tengah tim ini. Ketika pensiun dari timnas pada tahun 2009, Niko Kovac merupakan pemain tertua yang berada di timnas tersebut. Niko telah mengemas 83 caps untuk timnas dan 14 gol bersamanya. Dia menghabiskan sebagian besar karir level klub nya di ranah Jerman (Hertha Berlin paling banyak) sebelum mengakhiri karirnya di klub Austria, Red Bull Salzburg, pada tahun 2009. 

Center Midfielder: Zvonimir Boban
Adalah sebuah perdebatan yang tiada akhir siapakah legenda Kroasia paling hebat: Boban ataukah Suker. Terlepas dari perdebatan itu, kontribusi Boban pada timnas sungguh luar biasa. Pengemas caps timnas sebanyak 51 kali ini telah mengemas 12 gol untuk timnas dan menjabat sebagai kapten tim ketika membawa Kroasia menduduki peringkat ketiga Piala Dunia 1998. Passing nya pada pertandingan penentuan juara ketiga Piala Dunia 1998 kepada Suker membawa negaranya merebut gelar tersebut. Karirnya bersama AC Milan juga gemilang, mengingat dia menjuarai Serie A sebanyak 4 kali dan Liga Champions 1 kali bersama tim dari kota Milan tersebut. 

Left Midfielder: Luka Modric
Umurnya masih berada pada golongan menengah untuk pesepakbola, 28 tahun, namun apa yang telah dicapai baik di level klub maupun timnas sama sekali tidak dapat digolongkan sebagai kelas menengah. Meskipun bertubuh kecil, Modric dianugerahi keuletan luar biasa untuk bertarung di lapangan tengah sekeras Defensive Midfielder, visi umpan sekelas seorang playmaker, dan teknik mencetak gol yang tinggi layaknya seorang penyerang. Mengawali karir klub senior bersama Dinamo Zagreb (dan memenangi gelar liga tiga kali berturut-turut), Modric kemudian menjadi pemain inti di klub Inggris Tottenham Hotspur, sebelum akhirnya pindah ke Real Madrid pada tahun 2012. Partisipasinya bersama timnas mencakup Piala Dunia 2006, Euro 2008 dan 2012 (pada Euro 2008 dia terpilih ke dalam Team of the Tournament).

Center Forward: Alen Boksic
Disebut sebagai salah satu penyerang Kroasia terbaik sepanjang masa, Alen Boksic memiliki teknik yang tinggi untuk ukuran seorang penyerang. Musim gemilangnya bersama Marseille pada tahun 1992/93 membawanya meraih peringkat empat European Footballer of the Year pada tahun 1993 dan gelar Pemain Terbaik Kroasia pada tahun yang sama. Kemudian dia pindah ke tanah Italia dan bergabung bersama Lazio dan Juventus untuk meraih 1 gelar Serie A, Piala Interkontinental 1996, dan UEFA Super Cup 1996 (semuanya bersama Juventus). Boksic meraih caps sebanyak 40 kali dan membukukan 10 gol bersama timnas. Sayang sekali bahwa dia melewati turnamen Piala Dunia 1998; banyak orang mengatakan Kroasia akan masuk ke babak final seandainya dia berpasangan dengan Davor Suker. 

Center Forward: Davor Suker 
Jika Boban tidak pernah dilahirkan, maka Suker akan dengan sangat mudah menjadi pesepakbola Kroasia terbaik sepanjang masa. Menjadi pemain paling subur di timnas dengan raihan 45 gol, Suker menjadi ujung tombak Kroasia pada Piala Dunia 1998 dan menjadi top skor turnamen tersebut dengan raihan total 6 gol dari 7 pertandingan. Dia kemudian hanya kalah dari Ronaldo sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia 1998. Karirnya di level klub juga luar biasa. Memulai karir di Osijek, menjadi top skor di liga lokal, kemudian pindah ke klub yang lebih besar Dinamo Zagreb di mana dia mencetak 34 gol dari 60 kali penampilannya bersama Zagreb. Kepindahannya ke Spanyol hanya untuk mencetak hal yang lebih besar lagi: Suker rutin menjadi langganan top skor La Liga. Di Sevilla dia mengemas 76 gol dari 153 pertandingan, kemudian ketika pinda ke Real Madrid dia mengemas 38 gol dari 86 pertandingan dan membantu Real Madrid meraih gelar juara liga dan Liga Champions. 


Honorable Mentions:
Branko Zebec (LB), Bernard Vukas (LAMF/FW), Stjepan Bobek (FW), dan Dejan Savicevic (AMF). Keempat pemain ini dapat memiliki posisi di tim ini seandainya kita menghitung timnas Yugoslavia (sebelum negara tersebut pecah menjadi Kroasia, Serbia Montenegro, dkk.).

Sabtu, 04 Januari 2014

All Time Best XI: Brazil Terbaik Sepanjang Masa

NOTES: Susunan berikut didasarkan pada prestasi masing - masing individu baik dalam tim nasional maupun pada klub. Juga diperhitungkan seberapa besar pengaruh mereka terhadap tim yang mereka bela, dan inspirasi yang mereka berikan. 

Formasi: 3-4-3



Goalkeeper: Gilmar Dos Santos Neves
Bagi Anda yang tidak mengenal Gilmar, dia adalah salah satu, jika bukan, produk Brazil terbaik di posisi kiper. Untuk tim sekelas Brazil yang rutin menghasilkan pemain bertalenta di posisi menyerang, Gilmar adalah mutiara di tengah miskinnya kiper Brazil yang berkualitas. Pemain Corinthians dan Santos ini memiliki 94 cap timnas, dan memperkuat Brazil di 3 Piala Dunia yang berbeda (1958, 1962, 1966).

Right Center Defender: Carlos Alberto
Disebut sebagai salah satu full back terbaik sepanjang masa, Carlos Alberto juga mumpuni sebagai central defender. Memiliki cap sebanyak 53 pertandingan, Carlos Alberto memimpin rekan-rekannya sebagai kapten tim, yang juga sering disebut sebagai, salah satu timnas terbaik sepanjang masa pada Piala Dunia 1970. Selain kepemimpinannya tersebut, Carlos Alberto juga menutup turnamen tersebut dengan golnya di partai final, yang juga kembali disebut-sebut sebagai salah satu gol Piala Dunia terbaik.

Center Center Defender: Domingos da Guia
Bintang Brazil pertama untuk posisi central defender. Mantan pemain Flamengo dan Corinthians ini memiliki caps sebanyak 30 pertandingan, dan pada tahun 1938 dia berhasil membawa Brazil meraih posisi ketiga di Piala Dunia pada tahun tersebut serta masuk ke dalam tim 1938 FIFA World Cup All Star.

Left Center Defender: Lucio 
Jago dalam duel udara, pandai membaca permainan, dan selalu berhasil melakukan tackling, pemain yang bernama lengkap Lucimar Ferreira da Silva ini juga apik dalam membangun serangan. Dia adalah pemain bertahan Brazil yang memiliki karir paling cemerlang di Eropa: menembus babak final Liga Champions 2002 bersama Bayer Leverkusen, 3 kali gelar Bundesliga dan 1 gelar Piala Jerman bersama Bayern Munich, serta treble winner bersama Inter Milan pada tahun 2010. Dia juga meraih gelar Piala Dunia 2002 dan 2 kali Piala Konfederasi pada tahun 2005 dan 2009.

Right Midfielder: Garrincha
Digadang sebagai salah satu dribbler terbaik sepanjang masa, "The Little Bird" berhasil membawa Brazil menjuarai Piala Dunia pada tahun 1958. Pada tahun 1962, Pele tidak bisa mengikuti turnamen Piala Dunia, dan Garrincha seorang diri berjuang membawa Brazil menjuarai turnamen tersebut dan dipilih sebagai Player of The Tournament dan meraih gelar top skor turnamen yang sama. Pria yang selalu membawa nuansa menghibur dalam setiap permainannya ini membela klub Botafogo, membawa klub tersebut menjuarai Campeonato Carioca sebanyak 3 kali. Adalah fakta menarik bahwa selama Garrincha dan Pele berada dalam satu tim, Brazil tidak pernah kali sekalipun.

Central Midfielder: Didi
Didi adalah bintang paling bersinar Brazil sebelum nama Pele mencuat, dan sangat dikenal karena tekniknya yang mumpuni, stamina kuatnya, serta kemampuannya mencuri serangan lawan dan mengubahnya menjadi serangan timnya yang mematikan. Idola Pele ini membela Brazil pada turnamen Piala Dunia 1954, 1958, dan 1962, di mana dia membawa Brazil juara pada dua tahun terakhir tersebut. Bahkan pada tahun 1958 Didi berhasil meraih penghargaan sebagai Player of the Tournament. Pangeran yang berdarah Etiopia ini juga dikenal sebagai pencipta teknik tendangan folha seca (dry leaf). 

Central Midfielder: Zico
Apabila ada seorang pemain yang tidak pernah menjuarai Piala Dunia tapi bisa masuk ke jajaran 10 besar Pemain Terbaik FIFA Abad ke-20, maka pemain tersebut pasti memiliki kualitas yang tidak dapat diabaikan sekalipun. Pemain yang dijuluki sebagai "White Pele" ini disebut sebagai salah satu eksekutor tendangan bebas dan playmaker terbaik sepanjang masa. Pun dia disebut sebagai pemain terbaik pada era 1970-1980an. Pemegang caps sebanyak 72 pertandingan, dia telah menciptakan 52 gol untuk timnas Brazil. Flamengo adalah tim yang paling sering dia bela, dan untuk klubnya tersebut dia telah menciptakan 135 gol dalam 249 pertandingannya bersama Flamengo.

Left Midfielder: Roberto Carlos
Pria kelahiran tahun 1973 ini termasuk dalam jajaran full baik terbaik sepanjang masa, dan memiliki segalanya: tackling, stamina, kecepatan, tenaga, dan tentu yang paling terkenal adalah tendangan bebasnya yang secepat peluru. Bersama Real Madrid dia berhasil mencetak gol sebanyak 71 gol dalam 584 penampilannya di semua kompetisi dan meraih gelar La Liga sebanyak 4 kali dan gelar Liga Champions sebanyak 3 kali. Dia juga pemegan caps sebanyak 125 pertandingan, dan ikut serta dalam 3 Piala Dunia: 1998, 2002, dan 2006, di mana pada tahun 1998 Roberto Carlos berhasil membawa timnas ke final dan pada tahun 2002 berhasil membawa gelar juara kepada timnas.

Right Forward: Ronaldinho
Pada masa jayanya, tidak ada yang lebih baik daripada dirinya. Karirnya di klub jauh lebih baik daripada di timnas Brazil. Dia adalah fondasi awal dari the invincible Barcelona ketika dia bergabung dengan tim tersebut pada tahun 2003. Mulai memenangi liga pada tahun 2004 dan mengulanginya pada tahun 2005, Ronaldinho juga berhasil membawa Barcelona menjuarai Liga Champions pada tahun 2006. Piala Dunia 2002 adalah turnamen terbaiknya, dan orang takkan pernah lupa tendangan bebas indah jarak jauh nya ketika melawan Inggris, yang menginspirasi Brazil untuk mencapai gelar juara pada tahun tersebut. Penghargaan Pemain Terbaik Dunia pada tahun 2004 dan 2005 hanyalah sebagian kecil dari apa yang telah dia raih di dalam dunia sepakbola.

Center Forward: Ronaldo
Tidak ada pemain yang lebih baik untuk menciptakan standar pemain dengan nomor punggung 9 selain Ronaldo. Peraih tiga kali gelar Pemain Terbaik Dunia (1996, 1997, 2002) ini memiliki 97 cap untuk timnas dengan 62 gol. Dia telah mencetak 247 gol untuk level klub sepanjang karirnya. Meskipun memiliki 'kegagalan misterius' pada partai puncak Piala Dunia 1998, dia berhasil bangkit kembali 4 tahun kemudian, dan 2 golnya di partai final melawan Jerman turut membantu menjadikannya sebagai pencetak gol Piala Dunia tersubur sepanjang masa dengan raihan total 15 gol .

Left Forward: Pele.
Nuff said. 

Senin, 16 Desember 2013

Hasil Pengundian Babak 16 Besar Champions League 2013/14

Pengundian babak 16 besar Champions League musim 2013/14 sudah dilakukan di kota Nyon, Swiss, pada tanggal 16 Desember 2013. Hasil pengundian tersebut adalah sebagai berikut:



Manchester City vs Barcelona 
Selasa, 18 Februari & Rabu, 12 Maret 2013
Pertemuan yang mengejutkan, karena kedua kubu sedang menampilkan performa yang menjanjikan di masing-masing liga. City begitu tampil perkasa di kandang musim ini: menghajar tetangganya United 4-1, Tottenham 6-0, dan terakhir kandidat juara terkuat, Arsenal, dengan skor 6-3. Pun di Babak Grup mereka berhasil tampil gemilang dengan lolos dengan poin yang sama dengan sang juara bertahan Bayern Muenchen, 15 poin. Bahkan mereka berhasil mengalahkan FC Holywood tersebut di kandang lawan dengan skor 3-2. Meskipun tidak segarang musim sebelumnya, Barcelona masih memuncaki klasemen La Liga dan, seperti yang diduga sebelumnya, Grup H. Menarik untuk menyaksikan apakah permainan tiki-taka mereka masih ampuh untuk meredam semangat The Citizens atau tidak.  

Olympiakos vs Manchester United
Selasa, 25 Februari & Rabu, 19 Maret 2013
Pertarungan antara dua tim yang bertolak belakang performanya di masing-masing liga. Olympiakos begitu digdaya di Super League Yunani, memimpin 8 poin di atas pesaing terdekatnya, PAOK. Meskipun lawannya adalah tim yang begitu tampil semenjana di liga nasional dan bertengger di posisi 9, Manchester United justru lebih unggul dalam hal posisi ketika lolos dari Babak Grup. Manchester United tidak terkalahkan di Grup A dan lolos dengan poin 14, sementara Olympiakos harus bersyukur karena lolos akibat unggul selisih gol (2 gol) dari pesaing di peringkat ketiga Grup C, Benfica. 

AC Milan vs Atletico Madrid
Rabu, 19 Februari & Selasa, 11 Maret 2013
Mirip dengan pertandingan di atas, ini adalah pertemuan antara dua tim yang berbeda kondisi di liganya masing-masing. AC Milan begitu tampil angin-anginan di Serie A, bahkan lebih parah dan berada di posisi ke-12, tertinggal 25 poin dari pemuncak klasemen Juventus. Namun mereka boleh berbangga karena justru sang pemuncak klasemenlah yang tidak lolos ke Babak 16 Besar ini dan mereka adalah satu-satunya wakil Italia di babak ini, dan lolos dari Babak Grup di bawah Barcelona dengan poin 9. Lawan mereka adalah Atletico Madrid, yang tampil begitu memukau di La Liga dan berhasil memperoleh nilai yang sama dengan Barcelona di liga. Pun begitu juga penampilan mereka di Babak Grup Liga Champions. Hanya meraih sekali hasil seri ketika melawan Zenit, sisanya dibawa dengan kemenangan, dan posisi pertama Grup G pun berhak mereka peroleh dengan poin 16. 

Bayer Leverkusen vs Paris St. Germain
Selasa, 18 Februari & Rabu, 12 Maret 2013
Pertandingan yang menarik untuk disaksikan, mengingat Bayer Leverkusen, yang sedang kembali mencoba menapaki rekam sukses mereka di musim 2001/02 (di mana saat itu Leverkusen yang masih diperkuat Ballack cs. berhasil menapaki Final Liga Champions melawan Real Madrid), berhasil lolos dari Grup A dengan poin 10. Pun di liga saat ini mereka berhasil menduduki peringkat kedua, di atas Borussi Dortmund yang pada musim lalu menjadi finalis Liga Champions. Dan lawan mereka di babak selanjutnya tidaklah mudah, yakni tim yang sedang merajai French Ligue dan lolos dengan meyakinkan sebagai juara Grup C, Paris St. Germain dengan poin 13. 

Galatasaray vs Chelsea
Rabu, 26 Februari & Selasa, 18 Maret 2013
Jujur, pertandingan ini menjadi menarik hanya karena Jose Mourinho. Di era kepelatihan Mourinho-lah Drogba, pemain kunci Galatasaray, memulai sinar karirnya sebagai pemain di Chelsea. Dan juga pada masa kepemimpinan Mourinho di Inter-lah masa-masa paling indah Wesley Sneijder, pemain kunci Galatasaray yang lain, sebagai pemain. It all will only be a reunion. Sebagai pengingat, Galatasaray lolos sebagai peringkat kedua di Grup B, unggul satu poin di atas Juventus. Sementara itu, Chelsea berhasil lolos dari Grup E dengan poin 12. Dan sebagai pembanding juga, Galataray berkuasa di Turkish Super Lig dengan poin 71, unggul 10 poin dari pesaing terdekatnya, Fenerbahce. Sementara itu Chelsea di peringkat ketiga menempel Arsenal dengan poin 33, hanya kalah selisih gol dengan Liverpool. 

Schalke 04 vs Real Madrid
Rabu, 26 Februari & Selasa, 18 Maret 2013
Tidak begitu berharap banyak pada pertandingan ini, karena kita sudah 95% mengetahui siapa yang akan lolos dari pertandingan ini. Berlebihan memang, namun rataan kualitas pemain di antara kedua tim begitu jauh. Apalagi didorong semangat Real Madrid untuk meraih La Decima (gelar kesepuluh) mereka, anak-anak Schalke 04 boleh hanya bermodalkan semangat dan keberuntungan untuk melawan mereka. Schalke 04 berhasil lolos ke Babak 16 Besar pada peringkat kedua Grup E dengan poin 10, sementara Real Madrid berhasil keluar sebagai juara Grup B dengan poin 16. 

Zenit vs Borussia Dortmund
Selasa, 25 Februari & Rabu, 19 Maret 2013
Banyak yang berpendapat ada yang salah dengan Borussi Dortmund. Entah itu kejenuhan bermain, penurunan kualitas pemain, ataupun gaya bermain yang mulai terbaca, apapun itu Borussia Dortmund terasa tidak semenggigit musim lalu. Meskipun berhasil menjuarai Grup Neraka, Grup F, dengan poin 12, jumlah poin yang sama yang diraih peringkat kedua dan ketiga menggambarkan bahwa Dortmund tidak berhasil, setidaknya, mengungguli pesaing-pesaingnya di Babak Grup. Mereka harus berusaha lebih keras lagi untuk menghadapi sang juara dua Grup G, Zenit. Lolos dari Grup G dengan poin 6, Zenit harus berjuang keras melawan perlawanan sengit dari FC Porto dan Austria Wien, sama seperti ketika mereka harus berjuang keras melawan peringkat dua di liga, Lokomotiv Moskva. 

Arsenal vs Bayern Munich
Rabu, 19 Februari & Selasa, 11 Maret 2013
Salah satu pertandingan paling menarik pada babak ini. Kedua tim sama-sama sedang on fire, memiliki skuad yang mumpuni, pelatih brilian, dan berfilosofi sepakbola menghibur. Arsenal lolos sebagai juara dua Grup F dengan 12 poin, sementara Bayern Munich lolos sebagai juara grup dengan poin 15. Saya tidak akan banyak berbicara mengenai pertandingan ini, yang ingin saya lakukan hanyalah menontonnya. 

**

Selasa, 10 Desember 2013

My UEFA Team of The Year 2013

Sesungguhnya saya kurang suka jika disuruh memilih 11 pemain yang berpenampilan terbaik dalam rentang waktu satu tahun antara Januari sampai Desember ini. Mengapa? Alasan utama saya adalah karena sebagian besar (atau bisa dibilang semua) kompetisi resmi di ranah Eropa dimulai dan diakhiri pada pertengahan tahun, sehingga tercipta dua bagian dari musim yang berbeda pada tahun yang sama. Dan, masalah terbesarnya adalah bahwa seringkali pemain-pemain yang tampil cemerlang pada satu musim tiba-tiba mengalami penurunan performa pada musim berikutnya. Hal inilah yang membuat saya kesulitan untuk memilih 11 pemain terbaik yang bermain di bawah naungan UEFA pada tahun 2013 ini. 

Namun, di balik kesulitan itu, ada satu hikmah yang dapat diambil dari hal tersebut: bahwa pemain yang terpilih adalah hampir pasti pemain yang tampil konsisten pada dua musim yang berbeda; jikalau bukan karena konsistensinya, pasti karena pemain tersebut memberikan kontribusi yang begitu berarti pada satu musim. Karena kedua hal ini lah maka banyak terdapat pemain Bayern Munich pada daftar berikut, terima kasih kepada kontribusi menakjubkan mereka membawa Bayern Munich melewati salah satu musim terbaik mereka sepanjang sejarah. Dan karena hikmah di atas pula maka Cristiano Ronaldo berada pada daftar ini--meskipun dia tidak menghasilkan satu trofi pun untuk Madrid pada tahun 2013 ini. Lets get started.

Sebagai awal, formasi yang saya gunakan adalah 4-2-3-1, salah satu formasi yang paling sering digunakan pada jaman sepakbola modern ini. Pun formasi ini digunakan oleh Bayern Munich pada musim 2012/13, sehingga mereka mampu meraih treble winners. Tidak hanya pada musim tersebut, performa mereka pun tidak menurun dengan datangnya Pep Guardiola sebagai pelatih baru mereka. Dan hasilnnya mereka tetap menakutkan di paruh awal musim 2013/14 ini. Tidak percaya? Tanya saja pada Werder Bremen yang dihajar tujuh gol tanpa balas di kandang Bremen sendiri. Oleh karena itu, saya memasukkan sampai 5 pemain Bayern Munich pada tim ini. 

Dimulai dari Philip Lahm, sang kapten, yang saya plot sebagai right full back di tim ini. Performanya yang sama konsistennya dengan ambisi Cina untuk menguasai perekonomian dunia ini membuat saya tidak ragu untuk menaruhnya di posisi ini. Bahkan ketika dia digeser Pep menjadi seorang defensive midfielder pada musim ini, ia juga menjalankannya dengan sempurna. Kemudian ada rekannya David Alaba yang menghuni posisi left full back. Agresivitasnya ketika menyerang mengingatkan saya pada sosok Roberto Carlos. Meskipun tak mempunyai tendangan sekeras Carlos, ia memiliki disiplin bertahan yang tinggi, dan juga stok 11 gol nya pada tahun ini yang terbilang tinggi. 

Untuk posisi double pivot, atau posisi dua gelandang tengah dalam formasi 4-2-3-1 ini, tidak salah saya berikan kepada duo maut Shinta dan Jojo Bastian Schweinsteiger dan Javi Martinez (karena Schweinsteiger susah diketik, saya akan sebut dia Bastian). Pasangan ini tak terpisahkan, mereka adalah tulang punggung dari keseimbangan tim Bayern Munich; tanpa mereka Bayern Munich tidak akan mampu untuk menguasai pertandingan, terutama melawan tim-tim besar. Kemudian ada Frank Ribery. Banyak yang bilang, termasuk saya, bahwa 2013 merupakan tahun terbaik dari karir seorang Ribery. Total 20 gol dan 20 assist sampai tanggal tulisan ini ditulis pada tahun ini hanya akan membuatnya sakit hati pada tahun 2014 apabila ia gagal memenangkan Ballon d'Or tahun ini. 

Di posisi penjaga gawang ada Thibaut Courtois, pemain berusia 21 tahun yang menjadi salah satu alasan utama Atletico Madrid bisa menempel ketat Barcelona dan Real Madrid di tangga atas La Liga. Usia muda Courtois yang hanya 21 tahun tidak membuatnya gentar menghadapi striker kelas dunia seperti Ronaldo dan Messi. Tercatat pada tahun ini dia sudah mencatat 24 clean sheets, dan hanya kebobolan 25 gol (0.53 gol per pertandingan). Di depannya sebagai central defender terdapat Filipe Luis, rekan Courtois di Atletico. Penampilan gemilangnya sepanjang tahun ini sungguh sangat membantu kinerja Courtois dalam menggalang pertahanan Atletico. Menemani Luis di tengah pertahanan, Mats Hummels merupakan salah satu dari beberapa pemain Borussia Dortmund yang tampil konsisten sepanjang tahun. Di usianya yang masih terbilang muda (24 tahun), Hummels mampu mendatangkan mimpi buruk bagi penyerang-penyerang kelas wahid, seperti yang dialami oleh pemain-pemain Real Madrid pada leg pertama Semi Final Liga Champions 2012/13. 

Dan berbicara mengenai Real Madrid, tiga pemain terakhir yang akan saya sebut semuanya berkaitan dengan klub asal ibukota Spanyol tersebut. Yang pertama adalah Gareth Bale. Total 21 gol dibuatnya pada musim 2012/13, membuatnya seakan seorang diri membawa Tottenham Hotspur meraih peringkat ke-5 klasemen musim itu. Tidak berhenti di sana, setelah menahbiskan diri sebagai pemain termahal dunia saat ini, ia membantu performa Real Madrid dengan 7 gol dan 7 assist nya ketika sang mega bintang Cristiano Ronaldo cedera. Kedatangan Bale di Madrid pun harus membuat Mesut Ozil hengkang dari Madrid ke Arsenal, setelah dia membuat total 13 assist di musim 2012/13. Kehadirannya di Arsenal pun membawa berkah, 4 gol dan 6 assistnya membawa Arsenal mantap menduduki posisi satu di klasemen BPL pada paruh pertama musim ini. Dan pemain terakhir kita, Cristiano Ronaldo. Saya tidak akan banyak bercerita mengenainya, mari kita bicara statistik: 58 gol dan 13 assist total dalam tahun ini, top scorer Liga Champions 2012/13 dengan 12 gol, dan menjadi pencetak gol timnas Portugal terbanyak dalam sejarah, sejajar dengan Pedro Pauleta, dengan 47 gol. Nuff said.

Courtois - Lahm - Hummels - Filipe Luis - Alaba - Bastian - Martinez - Bale - Ozil - Ribery - Ronaldo













Demikianlah daftar pemain terbaik 2013 yang dapat saya buat, semoga bermunculan pemain baru yang bermain secara konsisten dan memukau sehingga dapat menggeser mereka-mereka pada gambar tersebut. Bosen gak sih, ngeliat Lahm lagi, Ronaldo lagi?

***

Selasa, 03 Desember 2013

Pertandingan Terbaik yang Pernah Saya Tonton

Sebuah pertanyaan sederhana terbersit dalam pikiran saya, ketika menyaksikan bocah-bocah ingusan sebangsa umur anak SD bermain bola plastik di dekat rumah saya: kapankah terakhir kali Anda menikmati sebuah pertandingan sepakbola? Bukan, menikmati di sini bukan berarti Anda duduk manis menyaksikan klub favorit Anda--yang notabene membuat Anda dicap sebagai glory hunter--meluluh lantakkan sebuah klub kecil yang bahkan tidak pantas berada di liga utama. Menikmati di sini dalam artian bahwa emosi Anda ikut tergerus, Anda ikut melompat, dan bahkan Anda ikut menangis bersama tangisan para pesepakbola nun jauh disana--padahal Anda tidak punya ikatan emosi apapun dengan pemain tersebut. 

Untuk itulah saya membuat list pertandingan terbaik yang pernah saya tonton selama hidup saya (hal ini berarti pertandingan sebelum tahun 1990 tidak akan masuk ke dalam list ini). Pertandingan-pertandingan ini sudah saya sortir dari sekian banyak pertandingan yang ada, sehingga Anda tidak akan ragu untuk menonton ulang pertandingan dalam list ini. Pertandingan-pertandingan di dalam list ini, selain menguras emosi saya ketika menonton, juga mengajarkan kepada saya banyak hal tentang pelajaran kehidupan. So, check it out


4. Deportivo La Coruna 4-0 AC Milan, UEFA Champions League Quarter Finals 2004
Venue: Estadio Riazor
Date: April 07, 2004














Daftar ini dimulai dengan pertandingan perempat final leg kedua antara Deportivo La Coruna melawan AC Milan. Ini bukan sembarang tim AC Milan medioker yang seperti kita saksikan di tahun 2013 ini, tapi ini adalah tim AC Milan yang masih dihuni pemain kelas dunia mulai dari depan sampai belakang, seperti Nesta, Cafu, Maldini, Seedorf, Inzaghi, dan si muda nan jenius Kaka, dan memegang predikat sebagai juara bertahan. Bahkan Deportivo harus memulai pertandingan dengan kabar buruk, karena sebelumnya di leg pertama mereka jelas kalah kelas dan dibantai 4-1 di San Siro. Dengan kata lain, mereka harus menang dengan skor 4-0 atau minimal selisih 4 gol agar bisa lolos ke babak selanjutnya. Bukan perkara mudah menang dengan selisih 4 gol melawan tim kelas dunia seperti AC Milan saat itu. 

Tapi Valeron dkk. membuktikan bahwa tidak ada yang mustahil. Walter Pandiani membuka keunggulan sang tuan rumah di menit ke-5 dengan tendangan mendatarnya yang gagal dibendung oleh Paolo Maldini. Terbersit sebuah harapan, kemudian Valeron menyambut bola hasil umpan silang rekannya di menit ke-35. Kepercayaan diri pemain - pemain Milan tampak mulai goyah ketika gagal membendung bola lambung sederhana yang berhasil dikonversi menjadi gol oleh Albert Luque pada menit ke 44. Unggul 3-0 pada babak pertama, membuat anak-anak Super Depor menjadi lebih bersemangat, dan alhasil penetrasi Fran pada sisi kanan pertahanan Milan menutup hasil skor menjadi 4-0. 

Video pertandingan ini dapat diklink pada link berikut: video


3. England 2-2 Greece, World Cup 2002 Qualification
Venue: Old Trafford
Date: October 6th, 2001















Tak muluk-muluk, Inggris hanya butuh hasil seri saja untuk lolos ke Piala Dunia 2002. Namun, apa yang semula dikira sebagai misi yang mudah bagi Inggris justru menjadi salah satu misi paling berat yang pernah diemban. Sebenarnya Inggris mulai mengancam dari menit-menit awal, salah satunya adalah tendangan bebas Beckham yang berhasil ditepis oleh Nikopolidis. Namun, apa nyana, justru Yunani yang memimpin terlebih dahulu lewat gol Charisteas pada menit ke 36. Inggris pun berusaha membalas, dan baru mendapatinya di babak kedua, tepatnya di menit ke 68. Pembalasan tersebut berawal dari aksi individu Beckham yang dilanggar oleh Patsatzoglou dan berbuah tendangan bebas. Tendangan bebas tersebut dieksekusi dengan baik oleh Beckham dan diselesaikan dengan baik pula oleh Teddy Sheringham. Satu sama untuk kedua tim. Namun, seperti penyakit Inggris yang sudah-sudah, Yunani langsung membalas 1 menit kemudian lewat tendangan mendatar Nikolaidis, yang ironisnya juga berawal dari sebuah tendangan bebas.  Keunggulan Yunani 2-1 bukan berita baik bagi timnas Inggris, dan untuk itulah David Joseph Beckham, seperti layaknya seorang juru selamat, hadir membawa keselamatan bagi timnya.

Pertandingan berjalan memasuki menit injury time, dan Inggris masih belum juga menemui jalan keluar untuk mengoyak gawang Nikopolidis. Adalah Konstantinidis yang membukakan jalan bagi mereka. Pelanggarannya terhadap Sheringham membuahkan tendangan bebas bagi Inggris. Beckham, yang ingin menghapus memori buruknya pada Piala Dunia sebelumnya, berinisiatif mengambil tendangan bebas tersebut. Dan apa yang terjadi berikutnya adalah sebuah gol yang menjadi salah satu gol terbaik timnas Inggris sepanjang masa. Bola bergerak melengkung dengan indahnya menembus gawang Yunani, meninggalkan sang penjaganya terpana melihatnya. Stadion Old Trafford bergemuruh, dan Inggris pun lolos ke Piala Dunia 2002 (di mana mereka juga tersingkir oleh sebuah tendangan bebas indah Ronaldinho). 

Video pertandingan ini dapat diklink pada link berikut: video


2. Manchester City 3-2 Queens Park Ranger, English Premier League 2011-12
Venue: Etihad Stadium
Date: May, 13th 2012

















Sebelum menceritakan jalannya pertandingan (yang sering disebut banyak orang sebagai pertandingan terbaik Liga Inggris sepanjang masa), ada baiknya kita mengetahui kondisi klasemen sebelum pertandingan dimulai. Man City di urutan pertama, dan memiliki poin yang sama dengan Manchester United, 86. Namun, City jauh unggul selisih gol sehingga City lebih berhak pada posisi pertama. United harus membuat selisih gol lebih dari delapan buah apabila ingin menyalip City. Hal ini membuat kemenangan atas QPR menjadi hal yang mutlak apabila ingin memastikan gelar juara di tangan mereka, karena di saat yang bersamaan United bertamu ke kandang Sunderland. 

Gelar juara sepertinya akan dengan mudah diraih setelah Pablo Zabaleta membuka papan skor di menit ke 39, menyambut kerja sama antara Yaya Toure dan David Silva. Namun anak-anak QPR berkata lain, karena pada awal babak kedua, sebuah kesalahan fatal dilakukan oleh Joleon Lescott sehingga bola jatuh ke kaki Djibril Cisse. Cisse yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut, langsung menyarangkan bola ke gawang Joe Hart. Sampai detik ini, United memimpin 2 poin di atas City, karena pada saat yang sama United telah unggul 1-0 oleh gol Rooney di menit ke 20. City pun harus berusaha keras merebut gol kemenangan. 

Usaha tersebut tampaknya akan semakin mudah ketika Joey Barton diusir wasit pada menit ke 55 karena melanggar Carlos Tevez. Melawan 10 orang seharusnya bukan perkara yang begitu sulit, tapi apa daya, justru QPR yang menambah pundi gol pada menit ke 66 lewat serangan balik yang berhasil diselesaikan oleh Jamie Mackie. Bahkan Roberto Mancini pun terlihat marah di pinggir lapangan dengan usaha pertahanan yang dibangun oleh Kompany dkk. Bagaimana tidak, QPR hanya membangun 3 serangan di sepanjang pertandingan, dan dua di antaranya berhasil menjadi gol. Harapan untuk menjadi juara liga pun semakin menguap di depan mata, karena hingga menit ke-90 pun City masih tertinggal 1-2. Sangat jarang mereka melakukan comeback 2 gol di menit injury time, apalagi di pertandingan sepenting ini.  

Adalah seorang pria asal Serbia bernama Edin Dzeko, yang di masa kecilnya hampir terkena bom semasa perang saudara di Serbia, memberikan harapan baru bagi The Citizens. Di menit ke 92, sebuah tendangan sudut dieksekusi oleh Silva, dan kemudian disambut oleh kepala Dzeko. Harapan pun membuncah, pemain-pemain City seperti terlihat baru bangun dari tidurnya. Semua terasa tidak ada yang mustahil sekarang, bahkan untuk gol ketiga di waktu yang hanya tersisa 2 menit ini. Berawal dari penetrasi de Jong di tengah lapangan, bola diberikan kepada Aguero, dan dilanjutkan ke Balotelli. Pemain berkulit hitam ini pun lalu memberikan pergerakan paling bermaknanya sepanjang musim, yakni dengan memberikan operan balik kepada Aguero sambil menjatuhkan badannya. Aguero tak menyia-nyiakan bola tersebut, melakukan sedikit sentuhan tipuan, dan... seisi Etihad stadium pun meledak. Gol ketiga City pun lahir, publik The Citizens bersorak sorai, dan akhirnya Manchester City kembali merasakan gelar juara liga yang terakhir kali mereka raih 46 tahun yang lalu. 

Video pertandingan ini dapat diklink pada link berikut: video


1. AC Milan 3-3 Liverpool (2-3 on penalty shoot-out), UEFA Champions League Final 2005
Venue: Attaturk Stadium, Istanbul, Turkey
Date: May, 25th 2005


















"..we are about to see the most miraculous game of European Football ever." 

Di agama manapun, selalu ditekankan adanya kekuatan misterius yang dapat mengubah hidup kita dalam sekejap, dan kita mengenal itu dalam istilah mukjizat. KeajaibanMiracle. Satu kata yang sangat dahsyat ini memberikan makna bahwa terdapat sebuah pengharapan, sekecil apapun itu, yang apabila kita yakini dapat mengubah hidup kita 180 derajat. Bahkan bagi yang tidak percaya adanya Tuhan pun pasti pernah mengalaminya. Dan, entah apakah semua pemain Liverpool dan pendukungnya memiliki agama, tampaknya mereka semua meyakini hal yang sama: masih ada keajaiban di dalam sepakbola. 

Mei, tanggal 25, tahun 2005. Saya tidak akan pernah melupakan tanggal tersebut.

Tanggal di mana kedua tim memasuki arena pertempuran terakhir mereka di Champions League tahun itu, setelah keduanya melakukan perjalanan yang melelahkan selama turnamen berlangsung. Sebenarnya secara kualitas, pemain-pemain AC Milan berada di atas pemain-pemain Liverpool. Bayangkan saja semua lini diisi pemain kelas dunia: Dida, Nesta, Maldini, Cafu, Seedorf, Kaka, Crespo, dan Shevchenko. Nama-nama yang tentu membuat gentar kubu Liverpool, di mana mereka hanya mengandalkan nama Steven Gerrard sebagai nama wahid di pihak mereka (waktu itu Xabi Alonso belum begitu tersohor). Dan apa yang terjadi pada babak pertama merepresentasikan ketimpangan kelas dari nama-nama pemain kedua tim.

Milan langsung menggebrak dengan gol di menit pertama, diawali dengan penetrasi Kaka di sisi sebelah kiri pertahanan Liverpool. Tendangan bebas pun dilakukan oleh Andrea Pirlo, dan siapa sangka tendangan tersebut disambut dengan sebuah sepakan voli dari Paolo Maldini. Bola pun sempat membentur tanah sebelum mengoyak gawang Dudek. 1-0 untuk Milan. Liverpool pun berusaha bangkit, namun sepertinya usaha mereka terasa hambar setelah beberapa kali peluang mereka seperti terbuang percuma. Justru malah Milan yang kembali mengancam lewat Shevchenko, sayang golnya dianulir wasit karena dia terkena offside terlebih dahulu. Liverpool kembali berusaha menekan, tapi apa daya, sebuah serangan balik cepat yang dibangun oleh Kaka membawa Milan semakin unggul di atas Liverpool. Kejeniusan Kaka yang memberikan operan chip pada Shevchenko membuat Crespo bergerak bebas dan mencetak gol kedua untuk Milan di menit ke 39. Dan kehebatan Kaka tidak berhenti sampai di situ. Lima menit kemudian, Kaka melepaskan umpan terobosan jauh dari tengah lapangan kepada Crespo yang berada di depan. Carragher gagal memotong umpan tersebut, dan terciptalah gol ketiga bagi Milan. Pendukung AC Milan pun bersorak riang, keunggulan tiga gol ini terasa begitu meyakinkan mereka akan trofi Champions League.  











Kita bisa saja mereka-reka dengan sekenanya apa yang terjadi di ruang ganti Liverpool pada masa istirahat, karena apa yang terjadi di lapangan pada babak kedua sungguh sangat bertolak belakang dengan apa yang ditunjukkan pada babak pertama. Sesungguhnya Milan masih mengancam beberapa kali gawang Dudek pada awal babak pertama dan Liverpool belum menunjukkan sama sekali tanda-tanda bahwa mereka akan bangkit. Namun, perlahan tapi pasti, Liverpool mulai menguasai bola secara perlahan, mengatasi pemain-pemain Milan yang terlihat mulai ogah-ogahan untuk bermain. Dan Milan harus membayar mahal untuk hal itu. 

Petaka bagi Milan dimulai pada menit ke 54, dan apa yang disebut sebagai Dongeng Istanbul pun dimulai. Bola yang dikuasai Alonso diberikan kepada Riise yang berdiri jauh di depan sebelah kanan pertahanan Milan. Usaha umpan crossing yang dilakukan Riise dua kali tersebut akhirnya berhasil dilesakkan oleh sebuah sundulan oleh sang kapten Steven Gerrard. A little hope has risen. Gerrard, dengan semangat 45 nya, langsung menghimbau rekan-rekannya untuk bangkit kembali melawan Milan. Dan, semangat tersebut dibayar tuntas oleh rekannya, Vladimir Smicer, pada menit ke 56. 

Milan, yang masih terkejut dengan gol Gerrard tersebut, dengan mudahnya kehilangan bola, sehingga bola dengan mudahnya dimainkan di tengah lapangan oleh para pemain Liverpool. Alonso dan Hammann saling berbagi bola, dan bola akhirnya jatuh ke kaki Smicer. Keputusan Smicer untuk menembak langsung dari luar kotak penalti tidak pernah salah, karena satu detik kemudian bola tersebut sudah berada di dalam gawang Milan. 3-2. Suddenly everybody knows that this is it, this is their time, karena 3 menit kemudian Gerrard dijatuhkan di dalam kotak penalti dan Xabi Alonso sukses menyarangkan gol ketiga Liverpool malam itu. 

Setelah itu, seluruh pemain Liverpool terlihat bermain seolah-olah ini adalah pertandingan terakhir di hidup mereka. Berulang kali pemain seperti Traore dan Carragher harus rela menjatuhkan dirinya demi menyelamatkan gawang Liverpool. Gerrard pun menjelma menjadi sosok yang menjadi role model di setiap pelajaran mengenai "kapten" di semua sekolah sepak bola. Tanpa lelah Gerrard berlarian kesana kemari, bahkan turun ikut membantu sisi kanan pertahanan Liverpool. Tuhan pun seakan ikut bermain membela Liverpool, setelah tendangan keras Shevchenko dari jarak kurang dari 1 meter di depan gawang Dudek melambung jauh di atas mistar gawang. 

Ending dari pertandingan seakan sudah terlihat. Babak adu penalti adalah babak dimana mental adalah faktor penentu, dan tiga dari lima penendang pertama Milan tampaknya sudah kehilangan faktor tersebut. Dongeng Istanbul pun berakhir happy ending bagi kubu Liverpool, setelah Dudek berhasil menghalangi eksekusi penalti Shevchenko. 


That was belief. That's an understand that we could win it. -Phil Thompson

Rabu, 30 Oktober 2013

Surat Untuk Arsene Wenger


Dear Arsene Wenger yang terkasih.

Saya tidak ingin berpanjang-panjang di sini seperti nama saya, tapi saya ingin mengatakan beberapa hal terhadap Anda. Arsenal adalah salah satu klub favorit saya, dan saya mencintainya begitu pula dengan Anda yang sudah lebih dari 15 tahun berada di klub ini. Memang saya terhitung baru menjabat sebagai chairman di sini, tapi cinta saya terhadap Arsenal tidak jauh berbeda dengan Anda. Yakinlah akan hal itu.

Dan berangkat dari kecintaan kita terhadap klub inilah saya ingin mengungkapkan bahwasanya sudah saatnya Arsenal meraih sebuah trofi bergengsi. Ingat Tuan Arsene, trofi bergengsi. Saya garis bawahi itu. Jika Anda tidak tahu apa itu trofi bergengsi (mungkin karena sudah sedemikian lama Anda tidak memegangnya), itu bisa berupa piala Liga Inggris atau yang lebih keren lagi piala Liga Champions, bukan piala-yang-seminggu-kemudian-tidak-bisa-saya-pamerkan-ke-acara-keluarga-saya seperti Piala Carling. Who the fuck cares about Carling Cup. 

Oleh karena tujuan itulah, saya mengijinkan Anda untuk membeli pemain berkelas dengan harga yang mahal. Saya mengerti basis Anda adalah bisnis, ingin membuat klub ini sukses secara bisnis dan ekonomi, dan tentu Anda mengerti artinya berinvestasi sehingga saya mengijinkan Anda kali ini berinvestasi dengan resiko tinggi dalam wujud bocah Jerman bernama Ozil. Dan Anda juga berhasil meyakinkan saya untuk berinvestasi dalam hal lain, yakni mempertahankan pemain yang angin-anginan musim lalu, Giroud dan Ramsey. Dan tampaknya investasi Anda musim ini sangat jitu, terbukti dengan Ramsey yang bisa saya banderol dengan harga CR7 dan saya bisa meledek Perez sekarang ketika saya makan siang bersamanya. 

Namun, seperti yang Anda dan kita semua alami, tiba-tiba gelombang kejutan itu datang dari klub Jerman. Kita kalah 1-2. Saya masih bisa tenang pada waktu itu, mengingat bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini: begitu juga dengan klub kesayangan kita. Lagipula permainan kalian juga tidak jelek-jelek amat dan saya adalah salah satu fans berat Lewandowski; gawang Casillas saja bisa dia jebol empat kali, apalagi gawang kiper kita, bukan? Tapi saya mulai khawatir ketika kita kalah 0-2 dari tim sekota kita Chelsea. Apa-apaan itu? Anda bisa beralasan bahwa pemain yang bermain sebagian adalah lapis kedua, tapi Chelsea lebih banyak memakai pemain lapisan keduanya. Singkirkan alasan itu. Saya tidak peduli kalau itu adalah hanya sekedar pertandingan Capital One Cup (bahkan saya hampir lupa bahwa ada turnamen seperti itu), karena titik lemah yang kita perlihatkan di pertandingan itu dapat mereka gunakan lagi ketika kita berjumpa lagi dengan mereka di Liga Inggris.

Perlu Anda ketahui untuk segera bangkit dari kekalahan ini, dan semakin mengukuhkan diri di puncak klasemen Liga. Apalagi jika Anda melihat kembali jadwal kita, minggu-minggu berikutnya mulai berat. Liverpool, Dortmund, dan Manchester United. Kita harus bangkit kembali, secepat mungkin. Tanamkan mental pemenang kepada anak-anak muda kita, dan saya yakin trofi juara tidak akan kemana-mana. Sebagai pengingat apabila Anda lupa dan terbuai dengan manisnya pertandingan-pertandingan kita selama ini, bahwa duet Liverpool, Sturridge-Suarez, semakin susah untuk dibendung. Chelsea dan Mourinho semakin romantis, ditambah anak emas mereka, Torres, entah bagaimana tidak bisa kita ledek lagi. City juga masih berisi pemain-pemain yang bagus, jadi jangan underestimate mereka. Anda beruntung kita bisa melupakan United untuk musim ini. 

Jadi, sebagai penutup, saya tunggu kemenangan-kemenangan selanjutnya, dan tentu saja trofi di akhir musim. 


Best Regards,
Sir John Chippendale Keswick
Chairman of Arsenal FC

P.S.: Kalau bisa meraih trofi Liga Champions, mungkin saya bisa pikirkan ulang untuk menjual villa dan kapal pesiar saya untuk membeli Lionel Messi. 

Senin, 28 Oktober 2013

7 Hal Yang Harus Dilakukan Real Madrid Setelah El Clasico

Jujur El-Clasico kemarin, tanggal 26 Oktober 2013, it’s all about Neymar and Bale. Salah satunya, yaitu Neymar, baru dateng ke Barca dengan harga 57 juta Euro, dan yang satu lagi datang dengan predikat pemain termahal dunia dengan harga hampir dua kali lipat. Dan hasilnya, 2-1 untuk Barcelona. Kisah antara dua pemain tersebut semakin bertolak belakang: Bale semakin dipertanyakan harganya, sementara Neymar semakin mempernyatakan kepantasan harganya dengan menjadi bintang di pertandingan itu dengan 1 gol dan 1 assist. 

Terlalu cepat memang untuk mengambil kesimpulan akhir bahwa Madrid telah salah beli orang. Musim belum selesai bergulir, bahkan belum setengahnya. But, it’s Real Madrid men. Lu gak akan ngasih ekspektasi ecek-ecek ke klub level atas. Lu akan berharap bahwa klub yang berisi pemain-pemain nomor satu dunia sudah seharusnya berada di nomor satu liga. Jadi, Madrid harus mengambil langkah cepat untuk melakukan sesuatu sebelum Barcelona kembali tertawa mengejek mereka di akhir musim. 


1. Please Bung Ancelloti, Kembali Mainkan Isco

Jujur gw mulai lupa kalo Bale itu pemain termahal yang dibeli oleh Madrid ketika Isco mulai menunjukkan tajinya di awal musim ini (bahkan gw hampir gak inget kalo Madrid pernah membeli Bale karena saking bagusnya Isco). Dia nyetak gol di pertandingan pembuka lawan Betis, pernah dapet brace pas melawan Athletic Bilbao, ngegolin juga pas lawan Getafe, di Champions League juga nyetak gol lawan Galatasaray. So, anything that hesitate you, Mr. Ancelloti?



2. Harus Ngebiasain Diri Menguasai Pertandingan Lawan Tim Bagus

Well, ini agak aneh, karena isi Real Madrid itu pemain bagus semua, jadi agak aneh gak sih kalo Madrid disuruh belajar menguasai pertandingan ngelawan tim yang bagus? Itu dia salah satu anomali Madrid, di mana mereka jago—sangat jago—ketika melakukan counter attack; bayangin aja ada pemain-pemain speedster macem Ronaldo dan Di Maria (belum lagi sekarang ada Bale). Tapi ketika mereka menguasai sepertiga akhir dari area lawan, mereka malah kebingungan karena biasanya ketika counter attack mereka melihat pertahanan lawan yang begitu terbuka, namun ketika lawan malah bermain defensif semua celah terlihat tertutup bagi mereka.



3. Jual Pepe, PLEASE FOR THE LOVE OF GOD
Kalau ada yang bisa nyebutin kelebihan Pepe dibanding defender Madrid lainnya (kecuali Arbeloa, mungkin) gw akan jalan kayang dari Monas sampe Ancol. Kalau ada yang bilang Pepe itu lebih bagus daripada Varane, mending orang itu gak usah nonton sepakbola lagi; nonton tinju aja sana. Trus kenapa dong Pepe masih dipake sampe sekarang? Misteri ini masih jadi pertanyaan sampe sekarang—mungkin Pepe bakal ngancem akan mukulin anak perempuannya Don Carlo kalo dia sampe gak mainin Pepe. Keterlaluan memang pemain satu ini. Hmmh.

4. Beli Defense Midfielder atau Striker yang Bagus di Jendela Transfer Januari Nanti
Actually, dua posisi inilah yang paling dibutuhkan oleh Madrid sekarang. Pemain tengah bertahan paling bagus yang dimiliki Madrid saat ini, Xabi Alonso, lagi cedera agak lama, dan pemain tengah bertahan Madrid yang bagus lainnya, Khedira, keknya kasian kerja sendiri kalo main bareng Modric. Luka Modric memang bisa berperan sebagai false playmaker di posisi Defense Midfielder seperti yang dilakukan dengan sangat sempurna selama ini oleh Xabi Alonso, tapi dia belum sebagus Xabi. 

Dan posisi striker? Please, pemain depan berpengalaman paling bagus saat ini cuman Benzema, si labil yang gak jadi nerusin potongan rambut anehnya karena sadar potongan itu cuman bikin keran golnya makin mampet. Tidak ada salahnya berharap pada young guns macem Jese atau Morata, tapi mengingat target Madrid untuk akhir musim ini adalah trofi juara, maka alangkah baiknya duit segaban-gaban Madrid digunakan untuk mencari goal-getter yang mumpuni dan terbukti paten. Come on, Perez. Anda bisa beli the-yet-useless Bale dengan harga 100 juta Euro, masak gak bisa beli striker bagus barang sebiji aja?

5. Jual Arbeloa.
Apa??? Dia masih bermain sepakbola???

6. Jual Bale. 
Well, saya dan mungkin beberapa dari Anda sangat mengharapkan poin ini tidak terjadi. Kita bisa berangkat dari fakta bahwa Bale, dengan segala ekspektasi yang tinggi itu, belum mampu memperlihatkan kontribusi yang berarti untuk Madrid. Kita bisa berargumen ketat bahwa Bale tidak cocok untuk gaya bermain Madrid—mereka sudah punya Ronaldo. Kita bisa berseru bahwa justru Di Maria-lah, pemain yang paling bersinar Madrid dari awal musim ini, yang lebih pantas untuk dihargai 100 juta Euro. Namun segala sesuatu sangat mungkin terjadi di sepakbola. Mungkin Bale akan merasa emosi akan sindiran terhadap dia selama ini dan penampilannya tiba-tiba menggila di atas lapangan. Mungkin Bale akan mencetak 100 gol di musim ini. Mungkin tidak hanya 100 gol, tapi juga dengan 50 assist. Mungkin Bale akan menjadi sedemikian sempurna-nya, sehingga Perez memutuskan bahwa Ronaldo sudah terlalu tua untuk Madrid dan menjualnya dengan harga 100K Euro. Semua itu mungkin. 


7. Atau pecat Perez.















Ini lebih mungkin, meskipun dengan persentase kemungkinan terjadinya yang masih kecil, apabila lagi-lagi Madrid gagal memboyong satu trofi pun di akhir musim ini sehingga Ramon Calderon pun bisa dengan lantang berseru, “Gimana? Enak jamanku, tho?”